Pengaruh pencemaran Lingkungan terhadap Terumbu karang

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eksistensi Indonesia sebagai salah satu pusat terumbu karang diyakini terus mengalami degradasi. Tentunya masalah itu, akan semakin meluas jika tidak segera diambil langkah-langkah untuk melestarikannya. Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut dunia dengan kekayaan terumbu karangnya.
Namun sayangnya, saat ini kekayaan terumbu karang Indonesia justru terancam rusak akibat berbagai hal, baik karena faktor alam seperti perubahan iklim maupun akibat ulah manusia sendiri. Indonesia sendiri memiliki luas total terumbu karang sekitar 85.200 Km2 atau sekitar 18% luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle, yang meliputi Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Salomon.
Keberadaan terumbu karang pada 6 negara itu mendapat julukan coral triangle (segi tiga karang dunia) karena jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang pada negara-negara tersebut maka akan menyerupai segitiga dengan total luas sekitar 75.000 Km2.
Beberapa kepulauan di Indonesia selama ini diketahui memiliki jenis karang cukup tinggi seperti Nusa Penida (Bali), Komodo (NTT), Bunaken (Sulut), Kepulauan Derawan (Kaltim), Kepulauan Wakatobi (Sultra), dan Teluk Cendrawasih (Papua). Namun sayangnya, lagi-lagi kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia itu tidak dapat terpelihara, baik akibat perubahan iklim maupun masalah lokal seperti ketidaktahuan, bahkan keserakahan dalam mengeksploitasi kekayaan alam demi mendapat keuntungan tanpa memikirkan kelestarian alam.
Maka dari itu, saat ini sebanyak 22% terumbu karang di wilayah Indonesia Bagian Timur dan Papua Nugini mengalami rusak. Angka ini lebih kecil dibandingkan kerusakan di wilayah Indonesia Bagian Barat sebesar 71%.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan Terumbu Karang di Indonesia?
2. Apa fungsi dari Terumbu Karang bagi kehidupan?
3. Apa yang menjadi faktor penyebab kerusakan Terumbu Karang?
4. Bagaimana pengaruh pencemaran lingkungan terhadap Terumbu Karang?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas makalah mata kuliah Hukum Lingkungan.
2. Untuk mengetahui arti penting dari terumbu karang bagi kehidupan.
3. Agar mampu menganalis bagaimana pengaruh pencemaran lingkungan terhadap terumbu karang.

D. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan data atau informasi melalui :
• Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi literature, dokumen, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
• Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.

E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang penulisan ini, maka terlebih dahulu penulis akan menguraikan sistematika penulisannya agar lebih mudah dipahami dalam memecahkan masalah yang ada, di dalam penulisan ini dibagi dalam 3 (tiga) bab yang terdiri dari:
Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metodologi, dan sistimatika penulisan.
Bab II : Bab ini merupakan bab yang berisi tentang analisis terhadap pengaruh pencemaran lingkungan terhadap terumbu karang.
Bab III : Bab ini merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keadaan Terumbu Karang di Indonesia
Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan karang yang saling bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga. Kumpulan karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip, polip ini kemudian berkembang hingga jutaan dan terbentuklah struktur dasar dari terumbu karang. Di perairan indonesia yang notabene merupakan perairan tropis, karang dapat tumbuh subur karena suhu perairannya berkisar antara 21 – 29 derajat celcius, sementara bila di perairan yang suhunya lebih rendah pertumbuhan karang akan lebih lambat. Selain di perairan tropis, karang pun dapat tumbuh subur di perairan subtropis contohnya di jepang selatan dan florida amerika.
Sebagai negara maritim, indonesia memiliki kekayaan biota laut yang sangat beragam. salah satu kekayaan biota laut yang terdapat di indonesia adalah terumbu karang. Bahkan indonesia merupakan negara yang memiliki terumbu karang terkaya di dunia. Sekitar 85.200 km2 atau 18% dari seluruh terumbu karang di dunia yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam samudra di indonesia. Negara kita ini memiliki 93 ribu km2 wilayah perairan yang di dalamnya terdapat 4000 jenis hewan laut (ikan dan udang-udangan), 600 jenis batu karang, dan 2500 jenis moluska.
Kita sebagai warga negara indonesia patut berbangga karena indonesia juga termasuk wilayah Coral triangel atau segitiga karang dunia yang menjadi pusat ekosistem keragaman laut di dunia. Raja ampat, papua barat merupakan kawasan penyumbang terumbu karang terbesar di indonesia dan sekaligus menjadi kepulawan dengan jenis terumbu karang terbanyak di dunia, yang memiliki hampir 500 lebih jenis karang dan 100 spesies ikan laut. Selain itu masih ada wilayah yang memiliki jenis terumbu karang yang banyak antara lain, Kepulawan derawan, kalimantan timur; Kep.wakatobi, Sultra; nusa penida,bali; yang masing-masing memiliki kekayaan terumbu karang yang tidak kalah bagus.
Sayangnya, keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai teancam. Di indonesia saja persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang dalam keadaan sangat baik.
Data yang muncul mengisyaratkan apabila tidak diambil langkah-langkah progresif, dapat dipastikan laju degradasi terumbu karang di negara kita akan semakin menghawatirkan, bila tidak ingin dikatakan mengarah punah. Artinya, harus ada upaya nasional untuk mengentikan laju kerusakannya. Jika tidak, degradasi terumbu karang dikuatirkan akan semakin luas dan besar yang konsekuensinya juga akan berdampak secara ekologis maupun ekonomis bagi Indonesia sendiri tentunya.
Karenanya seluruh elemen harus menyadari bahwa menjaga kelestarian sumber daya kelautan berarti merupakan suatu upaya penting dalam menjamin produktivitas sumber daya perikanan. Sekali lagi harus disadari, manfaat terumbu karang bagi manusia amat menakjubkan. Selain merupakan aset wisata bahari, juga berfungsi benteng alami pantai dari gempuran ombak, bahkan sumber makanan dan obat-obatan. Tak heran, jika ratusan juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di coral triangle.
Di Indonesia saja, nilai ekonomis terumbu karang tak bergeser dari angka US$1,6 miliar per tahun. Memang, angka ini masih rendah ketimbang nilai ekonomis terumbu karang di dunia sebesar US$29,8 miliar dari makanan, perikanan, keanekaragaman, dan wisata bahari. Namun, angka ekonomis terumbu karang di Indonesia lebih besar dibandingkan di Hawai yang sebesar US$361 juta bagi nonekstratif dan sebanyak US$3 juta bagi perikanan pesisir.
Jadi, bisa dibayangkan berapa kerugian material yang timbul akibat rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat vital bagi ekosistem perikanan, begitu juga kerugian non material berupa rusaknya ekosistem laut yang tentunya amat berdampak bagi kehidupan kita.

B. Fungsi dari Terumbu Karang bagi kehidupan
Terumbu karang bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensi-potensi yang dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun manusia. Berikut merupakan fungsi-fungsi dari terumbu karang.
• Pelindung ekosistem pantai
Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan magrove.
• Rumah bagi banyak jenis mahluk hidup di laut
Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya terumbu karng mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik untuk sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya. Sekitar 500 juta orang di dunia menggantungkan nafkahnya pada terumbu karang, termasuk didalamnya 30 juta yang bergantung secara total pada terumbu karang sebagai penhidupan.
• Sumber obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa menjadi obat bagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.
• Objek wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.
• Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui ‘misteri’ laut tersebut.
• Mempunyai nilai spiritual
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
• Sumber mata pencarian
Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada terumbu karang. Tentu saja mnjadikan terumbu karang sebagai sumber mata pencarian harus di ikuti dengan rasa tanggung jawab sehingga tidak terjadi eksploitasi yang terlalu berlebihan. Selain itu terumbu karang juga dapat menjadi objek wisata yang tentunya dapat menambah pundi-pundi rupiah dari wisatawan.

C. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang bisa terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Berikut penyebab kerusakan karang meliputi :
• Faktor alam
Misalnya hempasan ombak yang mematahkan karang atau ikan dan hewan laut lainya yang menjadikan karang sebagai mangsanya. Akan tetapi, regenerasi dan pertumbuhan karang menggantikan kerusakan ini.
• Pengendapan sedimen
Pengendapan yang berasal dari sedimen tanah yang tererosi karena penebangan hutan, sehingga tanah tersebut terbawa ke laut dan menutupi karang dari sinar matahari
• Aliran air yang tercemar
Aliran air yang sudah dicemari oleh limbah sisa pembuangan dapat lambat laun akan membuat karang mati. Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan minyak.

• Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
• Uji coba militer
Latihan militer yang dilakukan sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya. Pengujian bahan peledak dan radiasi nuklir memiliki potensi meningkatkan kerusakan terumbu karang serta menyebabkan mutasi pada terumbu karang.
• Eksploitasi yang berlebihan
Kebanyakan nelayan tidak mengerti pentingnya karan bagi kehidupan, sehingga eksploitasi besar-besaran sering dilakukan, penambangan terumbu karang tentu perlu di awasi ka
rena dampaknya yang bisa menghancurkan bahkan menghilangkan spesies terumbu karang.
• Asal melempar jangkar
Para nelayan bahkan perahu sewaan terkadang menambatkan jangkar di sembarang tempat. Jangkar yang di jatuhkan sembarangan dapat merusak terumbu karang.

D. Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Terumbu Karang
Indonesia telah berkembang ke arah tercapainya tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga sektor industri dapat menjadi lebih efektif sebagai sarana utama untuk mendorong pembangunan ekonomi, meningkatkan kemampuan teknologi dan mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Di samping itu, hal tersebut juga ditujukan pada peningkatan persaingan industri dan kemampuan untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi, yang mampu menembus pasar internasional, menggalakkan pertumbuhan industri kecil dan menengah, termasuk industri pedesaan; dan memperluas pembagian industri daerah, terutama di Indonesia Timur, sehingga pusat pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan di seluruh daerah sesuai potensinya.
Pembangunan pertambangan ditujukan ke arah peningkatan produksi dan diversifikasi produk pertambangan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan sumberdaya energi primer, peningkatan ekspor, dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat lainnya. Produksi tahunan minyak bumi (minyak mentah dan kondensat) adalah sekitar 600 juta barel, dengan ekspor sekitar 300 juta. Ekspor minyak murni adalah sekitar 80 juta barel per tahun. Produksi tahunan gas alam adalah sekitar 3.000 milyar kaki kubik dengan konsumsi lokal sebesar sekitar 2.800 milyar kaki kubik. Produksi Gas Alam Cair (LNG) adalah sekitar 1,4 milyar MMBTL, sebagian besar diekspor. Produksi LPG adalah sekitar 2,9 juta ton dan sekitar 2,6 juta diekspor.
Sayangnya kemajuan industri dan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga mampu menimbulkan efek negatif khususnya pada lingkungan. Efek negatif yang kerap kali menurunkan kuantitas dan kualitas lingkungan adalah pencemaran dimana hal tersebut berpengaruh pula pada eksistensi ekosistem terumbu karang. Pencemaran laut karena minyak bumi tumpah ke laut dapat terjadi karena pemindahan minyak bumi dari kapal ke kapal, dari kapal ke pelabuhan atau sebaliknya, dari penyulingan minyak, dan dari pencucian kapal tanker.
Minyak yang tertumpah di laut akan mengalami absorbsi, pertukaran ion, penguapan dan pengendapan. Selain itu, tumpahan minyak akan tersebar di permukaan air laut. Ikawati (2001) mengemukakan bahwa sebagian tumpahan minyak di permukaan akan terseret ke pantai saat ada arus angin sedangkan yang melekat pada sedimen akan tenggelam ke dasar laut dan mengenai karang. Tumpahan tersebut dapat merusak atau menyebabkan kematian karang. Sebenarnya tumpahan minyak ini tidak dapat melekat begitu saja pada karang, tetapi tergantung efektifitas reaksi pembersihan karang (jenis karang) dan jenis pencemar.
Sebagai contoh, pada sebuah percobaan di laboratorium, Thompson dan Bright (1977) membandingkan kemampuan tiga spesies karang (Diploria strigosa, Montastrea annularis, M.cavernosa) dengan memindahkan empat tipe sedimen dari permukaan mereka. Empat tipe sedimen yang digunakan pada perlakuan tersebut adalah lumpur pengeboran, barite, bentonite, dan CaCO3. Percobaan dilakukan dengan menambahkan 25 ml adukan sedimen pada permukaan karang. Meskipun hasil mengindikasikan adanya tingkatan variasi pada pembersihan karang, tetapi semua karang yang diujikan dapat membersihkan barite, bentonite dan CaCO3 secara efektif dan tidak satupun spesies dapat membersihkan lumpur pengeboran secara keseluruhan.
Bahan pencemar lain yang dikenal berpengaruh terhadap kehidupan terumbu karang adalah tailing. Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai bubur kental. Proses itu dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan lainnya, diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing, dan dibuang ke tempat pembuangan.
Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sembiring (2010) mengemukakan bahwa tailing menyebar ke daerah yang lebih dangkal dan produktif secara biologis sehingga mendatangkan lebih banyak masalah dari yang diperkirakan yaitu mengusir spesies ikan yang berpindah-pindah, menyebabkan kerusakan permanen di dasar laut, memusnahkan spesies asli, menghilangkan organisme langka dan mengurangi keanekaragaman organisme termasuk terumbu karang.
Limbah merupakan polutan utama yang berasal dari anak sungai. Limbah pencemar tersebut dapat mengandung pestisida, herbisida, klhorin, logam berat dan limbah organik lainnya. Materi-materi tersebut dapat menyebabkan tingginya nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan meracuni ekosistem pesisir termasuk terumbu karang (Nganro, 2009). Melalui penelitiannya, Yudha (2007) mengemukakan bahwa kandungan fosfat, sulfida, dan logam berat seperti Pb, Hg, Cu dan Cd di perairan laut Bandar Lampung, yang dekat dengan pabrik-pabrik dan industri rumah tangga, terdapat dalam jumlah yang melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk kehidupan biota laut. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa kegiatan manusia merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu karang.
Wilkinson (1993) menduga bahwa sekitar 10 % dari terumbu karang dunia telah hancur dan saat ini kondisi terumbu karang dunia dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) katagori :
1. Kritis (critical). Sekitar 30 % dari terumbu karang berada pada tingkat kritis dan akan hilang dalam waktu 10 -20 tahun kemudian jika tekanan antropogenik tidak berkurang atau dihilangkan
2. Terancam (threatened). Sekitar 30% te rumbu karang dikategorikan terancam dan akan tampak pada 20-40 tahun, jika populasi dan tekanan yang ditimbulkannya terus bertambah
3. Stabil (stable). Hanya sekitar 30 % dari terumbu karang dunia berada dalam kondisi stabil dan diharapkan akan bertahan dalam waktu yang sangat lama.
Menurut Nybakken (1988), untuk dapat memulihkan habitat terumbu karang dibutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu antara 50 hingga 100 tahun, tergantung dari kualitas perairan, tingkat tekanan terhadap lingkungan, letak terumbu karang yang akan menjadi sumber penghasil individu karang baru, dan lain-lain. Kerusakan habitat terumbu karang dapat menyebabkan inhibisi pertumbuhan jaringan dan rangka batu kapur karang, metabolisme tubuh menurun, respon perilaku termodifikasi, produksi mukus berlebih, kemampuan reproduksi melemah, serta hilangnya Zooxanthellae.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan herbivora dan vertebrata laut mempengaruhi kesehatan terumbu karang. Vertebrata laut sangat penting dalam hal pendegradasian biomassa suatu spesies (Aronson, 2007). Akan tetapi, meningkatnya polutan organik merupakan tanda bahwa lokasi tersebut kaya akan unsur hara (nutrien) dan kelimpahan nutrien yang tidak terkendali akan menyebabkan peristiwa eutrofikasi yaitu ledakan populasi dari suatu jenis fitoplankton sehingga vertebrata pendegradasi tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya karena kelimpahan fitoplankton yang begitu tinggi (Ikawati, 2001). Hal ini juga menyebabkan adanya kompetisi antara karang dengan fitoplankton tersebut untuk mendapatkan cahaya matahari sebagai bahan fotosintesis.
Seperti kita ketahui bahwa karang hidup bersimbiosis dengan zooxanthellae yang merupakan spesies algae uniseluler. Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar berbentuk gliserol termasuk glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polip karang untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Apabila terjadi ledakan satu jenis fitoplankton maka kesempatan zooxanthellae untuk berfotosintesis semakin kecil sehingga tidak ada materi organik (nutrisi) yang dapat digunakan spesies karang untuk menjalankan hidupnya yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kesehatan terumbu karang hingga kematian karang.
Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki komponen-komponen sebagaimana ekosistem lain yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen-komponen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Keterkaitan antar komponen-komponen tersebut sangat erat sehingga perubahan salah satu komponen dapat berakibat pada berubahnya kondisi ekosistem. Berkaca pada pencemaran yang telah dijelaskan sebelumnya maka kematian terumbu karang dapat diasumsikan hilangnya salah satu komponen biotik di suatu ekosistem. Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan ekosistem. Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi.
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya ledakan spesies Olisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum. Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies. Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenis Aurecoccus anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut.
Secara kumulatif, ancaman-ancaman dari eskploitasi berlebihan, perubahan tata guna lahan, pencemaran, dan pembangunan pesisir, bersama dengan efek perubahan iklim global, memberi gambaran ketidakpastian masa depan ekosistem terumbu karang. Walaupun sudah diketahui secara luas bahwa terumbu karang sudah sangat terancam, informasi yang berkenaan dengan ancaman-ancaman tertentu di area yang spesifik sangatlah terbatas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas serta dana yang memadai untuk melakukan pengelolaan efektif pada ekosistem terumbu karang. Karena banyak tekanan pada terumbu karang yang berakar dari masalah sosial dan ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain selain aspek biologi dimana upaya yang perlu ditekankan adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai terumbu karang serta ancaman yang dihadapinya.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ekosistem terumbu karang adalah tempat tinggal bagi ribuan binatang dan tumbuhan yang banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi tinggi. Berbagai jenis binatang mencari makan dan berli
ndung di ekosistem ini. Berjuta penduduk Indonesia bergantung sepenuhnya pada ekosistem terumbu karang sebagai sumber pencaharian. Jumlah produksi ikan, kerang dan kepiting dari ekosistem terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12% dari jumlah tangkapan perikanan dunia. Sumber perikanan yang ditopang oleh ekosistem terumbu karang memiliki arti penting bagi masyarakat setempat yang pada umumnya masih memakai alat tangkap tradisional.
Masalah dasar yang dihadapi ekosistem terumbu karang di Indonesia adalah sebagai berikut:
• kurangnya kesadaran akan nilai penting sumber daya ekosistem terumbu karang baik dari segi ekonomi, sosial maupun budaya,
• hampir tidak ada pengelolaan sumber daya ekosistem terumbu karang,
• walaupun telah ada peraturan perundang-undangan yang menyangkut pemanfaatan dan pelestarian sumber daya ekosistem terumbu karang, penegakan hukum yang terjadi masih sangat lemah,
• pembangunan industri yang tidak tekendali di kawasan pesisir yang memberikan dampak sangat negative terhadap kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang,
• kemiskinan masyarakat hidup di kawasan pesisir menyebabkan tidak ada pilihan lain selain terus-menerus memanfaatkan sumber daya yang ada,
• kurangnya keinginan politis untuk menanggulangi masalah.
Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem yang mengandung sumber daya alam yang dapat memberi manfaat besar bagi manusia. Dari itu diperlukan kearifan manusia untuk mengelolanya, yang bisa menjadikan sumber daya alam ini menjamin kesejahteraan manusia sepanjang zaman. Tanpa menghiraukan masa depan dan terus-menerus merusak, ekosistem terumbu karang akan menjadi semacam padang gurun tandus di dalam laut yang hanya dipenuhi oleh patahan-patahan karang dan benda mati lainnya. Karena itu pengelolaan sangat diperlukan untuk mengatur aktivitas manusia serta mengurangi dan memantau cara-cara pemanfaatan yang merusak. Pengelolaan terumbu karang harus berbasis pada keterlibatan masyarakat, sebagai pengguna langsung sumber daya laut ini.
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya terumbu karang sangat penting mulai dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan sampai pada tahap evaluasi dari suatu cara pengeloaan. Indonesia yang terletak di sepanjang katulistiwa, mempunyai terumbu karang terluas di dunia tersebar mulai dari Aceh sampai Irian Jaya. Dengan jumlah penduduk 200 juta jiwa, yang 60 persennya tinggal di daerah pesisir, maka terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghudupan utama.

B. SARAN
• Terapkan prinsip 3 R (reduce-reuse-recycle) dan hemat energi. Terumbu karang adalah ekosistem yang sangat peka terhadap perubahan iklim. Kenaikan suhu sedikit saja dapat memicu pemutihan karang (coral bleaching). Mass coral bleaching dapat diikuti oleh kematian massal terumbu karang, seperti yang terjadi di hampir seluruh kawasan tropis 97-98, di Australia, 2002, dan di Karibia, 2006. Kejadian coral bleaching terbaru tahun 2010 melanda banyak sekali lokasi di Indonesia (laporan kejadian coral bleaching 2010) Jadi apapun yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak global warming, akan sangat membantu terumbu karang.
• Buang sampah pada tempatnya. Hewan laut sering terkait pada sampah-sampah sehingga mengganggu gerakannya. Sampah plastik yang transparan banyak dibuktikan termakan oleh penyu karena tampak seperti ubur-ubur. Sampah plastik ini akan mengganggu pencernaanya. Dibanyak lokasi terumbu juga dijumpai karang dan biota laut lainnya yang bersifat bentik, sessile tidak dapat berpindah) yang mati akibat tertutup lembaran-lembaran plastik, mengingat plastik tidak hancur dalam satu malam saja.

    • zainal
    • June 15th, 2012

    thank you for the good information… 🙂

    • thyrto
    • August 11th, 2012

    trims, ini sangat membatu

  1. @zainal:
    iaah sama2 kakaaaa 😀
    @thyrto:
    sama2,,
    kami senang membantu anda,,haha

  2. Hello there! I could have sworn I’ve been to your blog before but after browsing through many of the articles I realized it’s new to me.
    Anyways, I’m certainly delighted I found it and I’ll be bookmarking it
    and checking back regularly!

  3. Now i’m studying in UNTL(national university of Timor Leste) especially in BIOLOGY Deoartment.
    I.m very like with this blog…
    and at this moment i need some else to give an advise about some method for doing any research in relation with “analisis kerusakan ecosistem terumbu karang yang terdapat dizona litoral…..
    This is for my thesis…I’m very happy if someone can give some advise how to developed this title….thanks

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment